Ada Apa Dengan Pengadilan Negeri Maros Menetapkan Beberapa Kali Eksekusi Namun Pada Obyek Yang Tidak Jelas

Maros, – Lintas Jurnal TIPIKOR
Penetapan eksekusi lahan di pengadilan negeri Maros, diduga ditunggangi oleh mafia peradilan. Di mana penetapan eksekusi diatas tanah yang sama telah dilakukan berulang kali.

Dimana eksekusi telah dilakukan pada tahun 1987 dan pada tahun 2011. Namun tidak dapat di eksekusi karena dianggap salah objek. Dan pada saat itu, pengadilan negeri Maros mengeluarkan berita acara. Jika lahan tidak dapat di eksekusi karena faktor keamanan.

Kemudian kembali lagi dilakukan eksekusi pada tahun 2019 dan dilakukan Konstaterin pada tahun 2025. Yang mana hasil Konstaterin atau pencocokan putusan yang dilakukan pada hari jumat 24 Januari 2025. Tepatnya Jam 9:00, oleh kepanitraan pengadilan negeri Maros. Tidak sesuai fakta hukum yang ada dilapangan.

Namun kepanitraan pengadilan negeri Maros, berasumsi sendiri dan membuat narasi. Bahwa lahan yang dilakukan Konstaterin adalah sesuai dengan putusan Nomor:01/Pdt.G/2003/PT.MKS, tanggal 6 Januari 2004 jo Putusan Mahkamah Agung RI No 1005K/Pdt/2004, tanggal 13 Juli 2005.

Kuasa hukum Ahli waris yang sah menganggap sangat bertentangan dengan aturan hukum maupun kepastian hukum. Yang mana kepastian hukum adalah asas yang menyatakan. Bahwa hukum harus jelas dan dapat dipatuhi oleh masyarakat. Kepastian hukum merupakan salah satu tujuan hukum untuk mewujudkan keadilan.

Oleh karena itu, ada perbedaan ciri fisik batas batas tanah maupun identitas tanah pada saat pelaksanaan Constatering.

Pada tanggal 29 September 2000, pemerintah Lingkungan Sambotara Kelurahan Bontoa Kec. Mandai Kab. Maros. Bonto Burhan pada saat itu selaku Lurah Bontoa. Dan H. Beddu selaku kepala lingkungan mengeluarkan surat keterangan Nomor: 05/LS/KB/IX/2000.

Yang pada pokoknya menerangkan, bahwa berdasarkan buku daftar kepemilikan tanah sesuai rinci dilingkungan Sambotara Kelurahan Bontoa. Dengan Nomor Persil 46 Johor 56 C1, kepemilikannya adalah. Atas nama SORE BIN LAHASENG yang sampai saat ini masih dikuasai oleh ahli warisnya.

Korda Lembaga Investigasi Negara Sulawesi Selatan dan Barat Syarifuddin Sultan yang dimintai tanggapannya mengatakan. Selama mafia peradilan di setiap pengadilan tidak bisa hilang. Maka jangan harapkan adanya keadilan buat mereka yang mencari keadilan, ucapnya

Ditambahkan, kenapa saya katakan demikian, karena semua bentuk aturan hukum dan perundang-undangan. Akan tidak berfungsi, jika mafia peradilan yang bermain dalam suatu kasus. Karena yang lebih dominan dalam penegakkan suatu kasus di pengadilan. Adalah berapa banyak mereka mau mengeluarkan dana untuk dimenangkan kasusnya tersebut.

Sehingga rakyat yang tidak mampu menyiapkan dana tersebut. Akhirnya tidak dapat mendapatkan keadilan sesuai aturan hukum positif yang sebenarnya. Karena kekuatan mafia peradilan lebih diatas aturan hukum dan perundang-undangan yang semestinya, ucap korda LIN Sulselbar menutup

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *