Makassar, – Lintas Jurnal TIPIKOR
Permasalahan ganti rugi lahan rel kereta api di kec. Biringkanaya dan Kec. Tamalanrea. Yang digugat di pengadilan negeri Makassar oleh Pemangku Adat Kesultanan Kerajaan Kembar Islam Gowa Tallo Makassar pada 21 Agustus 2024.
Sehingga dengan gugatan tersebut, pembayaran ganti rugi lahan di kec. Biringkanaya dan Kec. Tamalanrea. Di konsinyasi di pengadilan negeri Makassar, sehingga ke 31 penerima ganti rugi di titip di pengadilan negeri Makassar hingga adanya keputusan di pengadilan negeri Makassar.
Namun perjalanan persidangan yang berjalan kurang lebih setahun. Tiba-tiba muncul undangan mediasi dari pemerintah kota Makassar. Yang mana hanya memediasi beberapa penerima, dan tidak melakukan mediasi untuk semua 31 penerima yang berhubungan dengan ganti rugi lahan kereta api.
Mag’gau Raja Tallo Ke XIX Iparicu Muh. Akbar Amir Sultan Aliyah Daeng Manaba Karaeng Tanete. Saat di konfirmasi tentang undangan pemerintah kota Makassar. Untuk melakukan mediasi antara penerima ganti rugi dengan penggugat di kantor DPP Pasukan Adat Nusantara Indonesia.
Di jalan Pallantikang Kel. Katangka Kec. Somba Opu. Dulu Yang Maha Mulia Raja Tallo Ke XIX Mennggapi. “Ada apa pemerintah hanya melakukan mediasi atas tanah yang di klaim PT. Gopa. Sementara 30 penerima dana konsinyasi lainnya tidak diundang oleh pemerintah, ucapnya
Raja Tallo ke XIX menambahkan, apakah pemerintah hanya melirik PT. Gopa, karena adanya kepentingan antara pemerintah dan PT. Gopa. Yang dulu di sinyalir pemerintah yang menjual lahan tersebut kepada PT. Gopa, terangnya
Humas DPP PANI Syarifuddin Sultan dalam kesempatan itu menambahkan. Sebagaimana yang telah disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid di berbagai media online. Menegaskan bahwa tanah ulayat atau adat bukan merupakan tanah konsesi negara. Oleh karena itu, tanah adat tidak dapat digunakan atau disita oleh negara, meskipun tidak dikelola.
Nusron juga menekankan bahwa masyarakat adat tidak perlu khawatir terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Menurutnya, hanya tanah dengan status tertentu yang dapat diambil alih oleh negara jika dibiarkan telantar selama dua tahun setelah hak atas tanah diberikan. “Jadi yang kena itu adalah Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU),” jelasnya. Pernyataan ini disampaikan Nusron saat melakukan kunjungan kerja di Kalimantan Selatan pada Kamis (31/7/2025).
Berikut adalah beberapa undang-undang yang terkait dengan perlindungan Tanah Adat:
1- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18B ayat (2) yang mengakui dan menghormati hak tradisional masyarakat hukum adat.
2.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang mengakui keberlakuan sistem hukum adat dan hak ulayat masyarakat adat.
3.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), yang mengatur tentang perlindungan lingkungan pada tanah adat.
Sanksi bagi aparatur negara yang bersekongkol dengan mafia tanah untuk merampas tanah masyarakat adat dapat berupa:
- Pidana penjara: Aparatur negara dapat dijatuhi hukuman penjara karena melakukan tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang, atau kolusi dengan mafia tanah.
- Pemberhentian dari jabatan: Aparatur negara dapat diberhentikan dari jabatannya karena melakukan pelanggaran kode etik atau melakukan tindak pidana.
- Denda: Aparatur negara dapat dijatuhi denda sebagai sanksi administratif atau pidana.
- Pengembalian kerugian: Aparatur negara dapat diwajibkan mengembalikan kerugian yang dialami oleh masyarakat adat akibat tindakan mereka.
Dasar hukum yang dapat digunakan untuk menjatuhkan sanksi bagi aparatur negara yang bersekongkol dengan mafia tanah antara lain:
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Harapan kami, agar aparatur negara tersebut. Sebaiknya memahami tupoksinya, dan banyak banyak melakukan referensi tentang perundang-undangan dan peraturan pemerintah
Tentang pentingnya memelihara tanah masyarakat adat dan Cagar budaya nasional.
Bukannya tuli dan tutup mata tentang perlindungan tanah masyarakat adat secara nasional. Yang sangat jelas dilindungi undang-undang dan peraturan pemerintah. Perlu juga saya sampaikan, gaji dan segala bentuk pasilitas yang anda miliki. Itu juga dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat adat. Jadi janganlah karena keserakahan, anda lupa dengan tugas dan amanah yang harusnya anda jalankan, ucap tegas Humas DPP PANI
Pewarta: Direktur LMJ












